DI BALIK SEJARAH GUNUNG PADANG CIANJUR JAWA BARAT
Sunda yang berasal dari 3 suku kata yaitu :SU NA DA
''SU''artinya adalah ABADI atau SEJATI
''NA''artinya API
''DA''artinya BESAR atau AGUNG
Maka SUNDA adalah API ABADI yang AGUNG, yaitu adalah MATAHARI, matahari adalah lambang HYANG MAHA KUASA yang ada di langit
SUNDA adalah MAHA CAHAYA pusat segala cahaya yang sering di sebut SANG HYANG SIWA
SUNDA juga di sebut sebagai :
-SANG HYANG MANON
-SANG BATARA GURU
-SANG GURU HYANG
-SANG GURIANG(SANGKURIANG)
-SANG SURYA
-SURA
-RA
Di mesir, SUNDA atau SANG HYANG MANON di kenal sebagai dewa matahari yaitu ''AMON-RA'', Sedangkan di eropa SUNDA/MATAHARI di sebut SUN hari pemujaan sunda/matahari di sebut SUNDAY
ajaran SUNDA atau MATAHARI berkembang ke seluruh dunia dan pusatnya di JAWA BARAT, itu sebabnya di jawa barat nama nama daerahnya di awali dengan ''CI'' yang artinya adalah CAHAYA. pusat PA-RA-HYANGAN pertama terletak di GUNUNG PADANG
PA-RA-HYANGAN (PARANG) artinya adalah : TEMPAT LELUHUR MATAHARI
PA= tempat
RA=matahari/sunda
HYANGAN= leluhur
ajaran SUNDA telah menjadi agama dunia yang di anut oleh segala bangsa membangun peradaban dunia menuju bangsa UNGGUL PARIPURNA seluruh dunia memuja hyang maha kuasa melalui benda ciptaanya yang ada di langit yaitu SUNDA/MATAHARI
maka itu sebabnya di seluruh dunia terdapat bangunan penghormatan kepada SANG HYANG MANON/MATAHARI
dan salah satu bangunan SUNDAPURA atau PURA MATAHARI yang tertua di dunia adalah yang berada di GUNUNG PADANG di bangun di ci anjur jawa barat pada jaman MEGALITIKUM.
SUNDA bukan sama sekali nama etnis atau ras manusia yang tinggal di jawa barat SUNDA adalah nama AGAMA yang pertama dan tertua di dunia, yang mengajarka segala bangsa tentang CINTA KASIH dan BERTERIMAKASIH sebagai inti ajaran sunda.
KEHORMATAN dan PENGHORMATAN
BUDHI BANGSA dan BUDHI DARMA, tatakrama sopan santun dan budhi darma kenegaraan dan kebangsaan kebudayaan dan jati diri ajaran SUNDA telah membentuk kelembutan sikap sopan santun dan budi luhur pada setiap diri bangsa indonesia SUNDA mengajarkan untuk berterimaksih kepada segala yang telah memberikan kehidupan oleh sebab itu sembahyang si lakukan dalam upacara BENDE-RA (PANJI MATAHARI) untuk menghormati lambang NEGERI MATAHARI dan sang guru hyang SUNDA, Tanpa SUNDA bumi ini hanyalah KEGELAPAN tanpa kehidupan sampai saat ini sisa letusan gunung sunda masih ada di kawasan utara bandung lembang jawa barat.
keberadaan SUNDA di abadikan pada SANG HU TUMPENG atau nasi tumpeng untuk memperingati kemakmuran dan kejayaan NEGERI MATAHARI ajaran/agama SUNDA yang telah membangun kebudayaan dunia itu kini sudah di lupakan.
bahkan agama SUNDA tida di ketahui oleh ahli warisnya putra putri ibu pertiwi, ia terusir dari tanah kelahiranya tersingkir dari negaranya sendiri tertindas oleh agama yang baru datang dari negri lain
namun ajaran para leluhur nusantara itu masih tersisa pada diri sebagian bangsa INDONESIA yang si gunakan dalam kehidupan sehari hari yaitu SOPAN SANTUN
Kujang dalam kaidah keilmuan termasuk ke dalam kategori Wesi Aji atauTosan Aji. Kedudukan tosan aji berada diatas senjata dan perkakas. Tosan Aji menurut berbagai sumber, mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan , diagungkan ataudisakralkan.
Secara teknis pengolahan mencapai tingkat yang sempurna. Antara Perkakakas (Parabot dalam bahasa Sunda) , Senjata dan Wesi Aji /Tosan Aji tidak akan tertukar posisinya. Perkakas (parabot) merupakan alat bantu dalam menjalankan berbagai aktifitas (tools), Senjata berfungsi sebagai alat tempur (defensif dan ofensif), Sementara wesi aji atau Tosan Aji berfungsi secara Intrinsik (Simbolis & Filosofis- Representatif).
Perkakas dan senjata harus memiliki dasar efektif, efisien dan ergonomis dalam desain bilahnya.
Sementara kujang dalam kategori tosan aji tidak memenuhi kriteria yang lengkap sebagai alat bantu (perkakas) dan senjata. Dikarenakan bilah Kujang terbuat dari Logam (Besi), memiliki unsur tajam dan Runcing pada bilahnya, maka dengan "Instan" dianggap sebagai senjata dan perkakas. Apakah unsur-unsur tersebut (Pada Kujang) pernah di coba tingkat efektifitas, efisiensi dan kenyamanan (ergonomis) ketika di gunakan untuk memotong, menoreh, menetak, membacok, menggergaji, membelah, menyisit dan bertadu tanding dengan golok??? Apakah seorang ahli dalam ilmu Seni Bela Diri menggunakan senjata (Petarung/pesilat) pernah menyatakan bahwa Kujang sangat efektif dalam bertempur??? Sepertinya sangat jauh dari kriteria sebagai senjata dan perkakas multi fungsi.
Kujang diciptakan oleh seorang Guru Teupa (Djati Sunda Anis, 1996-2000), setingkat dengan seorang Mpu pencipta keris. Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa ada beberapa nama Mpu dari zaman Pajajaran, seperti Mpu Windu Sarpa Dewa (Pajajaran Mangukuhan/Pajajaran Awal (Kuntjoro Slamet, 2000), Mpu Ni Mbok Sombro, Mpu Kuwung, Mpu Loning, selain menciptakan keris juga menciptakan Kujang
Kujang dan berbagai jenis tosan aji lainnya diciptakan dalam waktu yang lama, bahkan menurut berbagai sumber, ada yang diciptakan hingga memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini sebuah bukti sejarah bahwa Kujang diciptakan untuk kepentingan fungsi Simbolis, dimana Nilai-Nilai luhur “ Ditanamkan” di dalam perupaannya.
Berbagai jenis tosan aji (kujang,keris, dan sebagainya) berfungsi simbolisdan bermaknafilosofis, tidak diperuntukan secara aplikatif atau praktis (Utilitas).
Sebuah kujang atau jenis tosan aji lainnya, diciptakan untuk kepentingan individu dalamsistematika negara purba (Nagara Kartagama), di mana riwayat hidup seseorang terekam di balik perupaannya.
Kujang bagi orang Sunda merupakan piandelatau berfungsi sebagai penguatan karakter atau jati diri, karena kujang merupakan simbol dari kosmologi Sunda(mikrokosmos/jagat leutik dalam bahasa Sunda) dan Kosmogoni Sunda(makrokosmos/jagat gede dalam bahasa Sunda).
Selain dari fungsi piandel, kujang dikenal juga dengan istilah gagaman atau sebuah perlambang bagi manusia Sunda yang sudah memiliki agemanatau disiplin ilmu tertentu. Kujang berfungsi pula sebagai simbol dari etika /atikan Sundadan estetika/anggitan Sunda.
Kujang dijadikan sebagai lambang berbagai lembaga, seperti: Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, Pemda Bogor, Lembaga Pendidikan besar (UNPAD dan UNPAS, dsb), Divisi Angkatan Darat dan sebagainya, juga berbagai tugu Kujang didirikan (Badung, Bogor, Depok, Tasikmalaya dan berbagai tempat lainnya) merupakan sebuah bukti bahwa kujang berfungsi secara simbolis dan bermakna filosofis.
Sisi tajam yang ada pada bilah kujang merupakan lambang dari "ketajaman ilmu", yang sama sekali tidak berfungsi secara aplikatif (sebagai alat tikam,potong atau alat iris) atau bentuk mengikuti fungsi (forms follow function).
Berdasarkan observasi penulis bahwa kujang diciptakan dengan latar belakang kearifan budaya Sunda, yang secara umum sama dengan berbagai jenis tosan aji lainnya di Indonesia.
Disiplin Penamaan Kujang
Penamaan dapuran kujang harus menjadi sebuah kesepakatan untuk sebutan akan sesuatu berdasarkan bentuk, jenis, fungsi, atau berbagai hal yang berkaitan erat dengan sejarah kujang itu sendiri.
Penamaan dapuran kujang memiliki disiplin tersendiri. Etika penempatan kata “KUJANG” HARUS disimpan di DEPAN, dan kemudian keterangan DAPURANNYA atau disiplin perupaannya.
Seperti contoh: KUJANGCIUNG, KUJANG BADAK, KUJANGKUNTUL, KUJANG NAGA, KUJANGWAYANG, KUJANGBANGO, KUJANG CANGAKKUJANG BALATI, KUJANG BANGOdan lain Sebagainya. Secara umum keberadaan Tosan Aji (termasuk KUJANG) di Indonesia DAKUIoleh PBB.
Adalah sebuah KERANCUAN YANG NYATA apabila kujang di katagorikansebagaiSEBILAH PISAU (Pisau kujang), berdasarkan hasil kajian dan analisa penulis (dalam penelitian berupa tesis), hal ini merupakan isltilah yang SANGAT KELIRU. Penggunaan istilah tersebut merupakan bukti KETIDAKPAHAMAN dantidak berlandaskan padaANALISA ILMIAH yang konprehensif. Hal ini pun akan berdampak padaKETERSINGGUNGAN MASYARAKAT SUNDA dan MASYARAKAT PECINTA TOSAN AJIyang sangat menjunjung tinggi nilai Budaya.
Apalagi bila dihubungkan kepada penggunaan LAMBANG KUJANG pada berbagai Instansi yang menggunakannya, seperti; UNPAD, UNPAS, PEMDA PROVINSI JABAR, KOTA BOGOR, PAGUYUBAN PASUNDAN, DIVISI TNI AD, BERBAGAI PERGURUAN SILAT, SANGGAR SENI, PT.PUPUK KUJANG, LEMBAGA BUDAYA dan berbagai lembaga lainnya.
Secara pribadi (penulis) yang mengkaji MAKNA FILOSOFIS DAN SIMBOLIS KUJANGmerasa sangat terpanggil untuk MELURUSKAN PERSOALAN KUJANG YANG TIDAK DIDUDUKAN SECARA PROPORSIONAL, dan akan melakukan upaya PRO AKTIF DALAM MENYIKAPINYA, demi ILMU PENGETAHUAN , HARGA DIRI MASYARAKAT - BUDAYA SUNDA dan TOSAN AJI INDONESIA.