SEJARAH KARINDING

07.01

SEJARAH KARINDING 

Karinding konon alat musik yang telah digunakan karuhun Sunda sejak dahulu kala. Alat musik ini terbuat dari pelepah aren atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dibuat menjadi tiga bagian yaitu bagian tempat memegang karinding (pancepengan), jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing serta pembatas jarumnya, dan bagian ujung yang disebut panenggeul(pemukul). Jika bagian panenggeul ditabuh, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas.
Jenis bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau. Bahan juga menunjukkan tempat pembuatan karinding. Di Priangan Timur, misalnya, karinding menggunakan bahan bambu. Di kawasan lain di Indonesia, karinding disebut jugarinding (Yogyakarta), genggong (Bali), dunga (Sulawesi), karindang (Kalimantan)atau alat sejenis dengan bahan baja bernama jawharp di kawasan Nepal dan Eropa dan chang di Cina dengan bahan kuningan. Selain ditabuh, karinding juga ada yang dimainkan dengan cara dicolek atau disintir
Pada mulanya karinding adalah merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengusir hama tanaman karena karakter bunyi yang dikeluarkan terdengar mendengung dengan nada low decibel. Diperkirakan telah ada sejak beberapa abad yang lalu. Beberapa pengamat sejarah Sunda berpendapat bahwa alat musik ini berasal dari kebudayaan pada zaman kerajaan Pajajaran. Selain digunakan untuk mengusir hama, alat musik ini pun dipakai sebagai musik pengiring pada beberapa ritual adat masyarakat.

Karinding terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada  ruas pertama di ujung sebelah kanan yang menjadi tempat  untuk mengetuk karinding sehingga menimbulkan resonansi pada ruas tengah. Kemudian, di ruas tengah terdapat bagian  guratan bambu yang dipotong tipis sehingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Bagian ujung paling kiri  berfungsi sebagai pegangan.

Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, kemudian  pada ujung ruas paling kanan karinding diketuk dengan satu jari hingga  karinding pun bergetar secara beraturan yang kemudian diresonansi oleh mulut si pemain. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot, nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.

Pamor Karinding beberapa tahun belakangan tidak terlepas dari peran komunitas metal scene Bandung seperti komunitas Ujungberung Rebel yang mana beberapa personil dari band beraliran cadas berinisiatif membentuk sebuah grup musik tradisi bernama Karinding Attack pada tahun 2009 dengan memainkan alat-alat kesenian sunda buhun yang salah satunya adalah karinding. Beberapa event musik lokal  bagi band cadas seperti  "Bandung Berisik" kerap memberikan ruang bagi kesenian tradisi ini untuk berkolaborasi dengan beberapa band dalam rangka turut melestarikan seni budaya daerah.

 konon alat musik yang telah digunakan karuhun Sunda sejak dahulu kala. Alat musik ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul). Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas.

         Jenis bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau.

          Biasanya karinding itu dimainkan pada malam hari oleh orang-orang sambil menunggui ladangnya di hutan atau di bukit-bukit, saling bersautan antara bukit yang satu dan bukit lainnya. Alat ini ternyata bukan cuma menjadi pengusir sepi tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.

            Di kalangan para pemuda Tatar Sunda, karinding juga popoler sebagai alat musik pergaulan. Dahulu, jika sang jejaka bertandang ke rumah sang gadis, ia akan mendemonstrasikan permainan karinding untuk memikat sang gadis. Dalam hal percintaan, karinding juga berkembang dengan kisah-kisah romantis—dan juga tragis—di belakangnya, Pada jaman sekarang karinding atau celempung sering dikolaborasikan dengan alat musik modern.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

.

Subscribe